Liputan6.com, Jakarta Semut Jepang
yang begitu populer pada pertengahan 2015 karena dianggap mampu
menyembuhkan penyakit diabetes belum terbukti secara penelitian medis.
"Semut Jepang? Belum ada penelitian soal itu. Jangankan penelitian, saya sendiri belum melihat wujudnya seperti apa," ujar Dr dr Parlindungan Siregar, SpPD-KGH.
Dunia kedokteran sekarang, jelas Parlindungan, tidak lagi mengenal hal-hal seperti itu. Semua jenis pengobatan berdasarkan evidence base medicine. Terapi seperti pengobatan menggunakan Semut Jepang itu tidak akan pernah dipakai oleh dokter yang lulus beberapa waktu terakhir ini.
"Evidence base medicine itu sekarang diajarkan ke mahasiswa.
Zaman dokter sewaktu saya masih mahasiswa, belum mengenal ilmu yang
seperti ini," kata Parlindungan kepada Health-Liputan6.com, Rabu (9/3/2016).
Menurut Parlindungan dari Divisi Ginjal Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, tak heran bila kini dokter-dokter pada zaman itu merangkap jadi "dukun". Semua pengobatan yang belum terbukti secara ilmiah dianggap bagus.
"Sekarang tidak lagi menganut ilmu yang kayak begitu. Tanpa bukti yang jelas, obat tidak akan diedarkan. Setidaknya harus diteliti sampai di fase 4 (ada obat baru harus diteliti)," ujar Parlindungan.
Penelitian itu pertama kali dilakukan di tubuh binatang sampai pada akhirnya di tubuh manusia percobaan. "Manusia percobaan ini dibayarnya mahal. Dan asuransi kesehatannya harus benar-benar besar dan terjamin," kata Parlindungan menambahkan.
Setelah para peneliti tidak lagi menemukan efek samping yang berbahaya, baru boleh dipasarkan dan dipakai oleh masyarakat.
"Semua obat pada dasarnya ada efek samping. Tapi untuk penelitian yang efek sampingnya benar-benar kecil dan tidak lagi berbahaya ketika diminum seorang pasien," kata Parlindungan.
Menurutnya jangan mudah percaya dengan pengobatan menggunakan Semut Jepang. "Ilmu kedokteran itu bukan ilmu yang mudah dan pastinya tidak sembarangan," kata dia menutup perbincangan.
"Semut Jepang? Belum ada penelitian soal itu. Jangankan penelitian, saya sendiri belum melihat wujudnya seperti apa," ujar Dr dr Parlindungan Siregar, SpPD-KGH.
Dunia kedokteran sekarang, jelas Parlindungan, tidak lagi mengenal hal-hal seperti itu. Semua jenis pengobatan berdasarkan evidence base medicine. Terapi seperti pengobatan menggunakan Semut Jepang itu tidak akan pernah dipakai oleh dokter yang lulus beberapa waktu terakhir ini.
Menurut Parlindungan dari Divisi Ginjal Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, tak heran bila kini dokter-dokter pada zaman itu merangkap jadi "dukun". Semua pengobatan yang belum terbukti secara ilmiah dianggap bagus.
"Sekarang tidak lagi menganut ilmu yang kayak begitu. Tanpa bukti yang jelas, obat tidak akan diedarkan. Setidaknya harus diteliti sampai di fase 4 (ada obat baru harus diteliti)," ujar Parlindungan.
Penelitian itu pertama kali dilakukan di tubuh binatang sampai pada akhirnya di tubuh manusia percobaan. "Manusia percobaan ini dibayarnya mahal. Dan asuransi kesehatannya harus benar-benar besar dan terjamin," kata Parlindungan menambahkan.
Setelah para peneliti tidak lagi menemukan efek samping yang berbahaya, baru boleh dipasarkan dan dipakai oleh masyarakat.
"Semua obat pada dasarnya ada efek samping. Tapi untuk penelitian yang efek sampingnya benar-benar kecil dan tidak lagi berbahaya ketika diminum seorang pasien," kata Parlindungan.
Menurutnya jangan mudah percaya dengan pengobatan menggunakan Semut Jepang. "Ilmu kedokteran itu bukan ilmu yang mudah dan pastinya tidak sembarangan," kata dia menutup perbincangan.
0 comments:
Post a Comment