Pemerintah berencana mengganti/menghapus tunjangan profesi guru (TPG)
dengan tunjangan kinerja setelah melalui pengamatan kinerja dan seleksi
kompetensi guru. Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Sumarna Surapranata
mengatakan, dasar penghapusan TPG karena tidak semua guru berkinerja
bagus meskipun telah mendapat tunjangan itu. Kemendikbud pun
menggariskan bahwa insentif kepada guru akan diberikan sesuai dengan
kompetensi dan kinerja.
”Ini artinya TPG harus disesuaikan. Pemerintah ingin secepatnya insentif berbasis kompetensi dan kinerja itu (direalisasi),” katanya di Jakarta kemarin.
Pranata. menerangkan, penghapusan TPG sah dilakukan mengingat dalam
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) disebutkan bahwa besaran
gaji PNS tergantung pada kinerja. ”Ke depan, tunjangan harus disesuaikan
dengan tiga komponen uji yang akan dilakukan Kemendikbud, yakni
penilaian kinerja guru (PKG), uji kompetensi guru (UKG), dan prestasi
siswa,” ujarnya.
Pranata melanjutkan, reformasi tunjangan guru akan dimulai tahun ini
dengan penerapan UKG pada 19 November- 27 November. Selain itu akan
dilaksanakan pula penilaian kinerja guru untuk memastikan kualitas dan
transparansi evaluasi kinerja mereka. Dua hal itu akan menjadi menu pada
pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). ”Jadi rapor guru nantinya
harus terdiri atas PKG, UKG, dan prestasi belajar. Adanya PKB ini
merupakan terobosan baru pelatihan guru,” ujarnya. Guru besar FakultasI
lmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Hafid Abbas menilai
sertifikasi guru melalui portofolio dan pelatihan 90 jam tak lebih dari
formalitas belaka. Guru tidak dilatih, melainkan hanya diberi sertifikat
secara cuma-cuma. Hafid mendukung revisi sertifikasi guru karena tidak
memberi dampak perbaikan atas mutu pendidikan nasional.
Padahal penyelenggaraannya telah menguras 2/3 dari total anggaran
pendidikan yang mencapai 20% APBN. ”Pada 2010 biaya sertifikasi mencapai
Rp110 triliun. Namun Bank Dunia memublikasi guru yang sudah sertifikasi
dan yang belum ternyata menunjukkan prestasi yang relatif sama,”
tuturnya. Hafid menegaskan, ada tiga implikasi dari program sertifikasi
yang mesti dibenahi. Pertama, Kemendikbud harus menghilangkan pola
formalitas penyelenggaraan program sertifikasi guru. Kedua, kaitkan
sertifikasi dengan pembenahan mekanisme pengadaan dan perekrutan calon
guru di perguruan tinggi. Ketiga, sertifikasi guru harus diselenggarakan
berbasis kelas.
Selama ini mereka yang mengikuti pelatihan tidak dirancang untuk
mengamati kompetensinya mengajar di kelas. ”Akibatnya sertifikasi guru
tidak berdampak pada peningkatan mutu,” urainya. Sumber :
koran-sindo.com
0 comments:
Post a Comment